Sabtu, 18 Agustus 2012

TITIK PERUBAHAN


“Dasar istri enggak berguna!!”
“Nggak berguna kamu bilang, lihat dirimu sendiri. Suami nggak bertanggung jawab”
“PLAKK!!”
Aku capek, aku lelah hah,, pokoknya benar-benar nggak tahan. Hampir setiap hari atau memang setiap hari. Aku harus mendengar dan melihat pertegkaran antara Ayah dan Ibu. Dan yang bisa kulakukan hanyalah bersembunyi dibalik pintu kamarku yang terkunci. Dengan music earphone yang menggema ditelingaku untuk menyamarkan suara mereka. Ingin rasanya aku keluar dari persembunyiaanku ditengah pertengkaran mereka. teriak sekeras-kerasnya sebagai aksi protes. Tapi kalau dipikirkan lagi sepertinya itu akan sia-sia, mereka terlalu egois untuk mendengarkanku. Mereka terlalu angkuh untuk mengakui kesalahan mereka.
Mungkin  masalah yang kuhadapi ini bukanlah masalah yang jarang. Masih banyak diluar sana anak yang keluarganya lebih hancur dari keluargaku. Dengan mengingat hal itu aku jadi sadar aku harus tetap bersyukur. Aku harus bersyukur karena aku masih bisa bertahan dengan keadaan keluarga seperti ini.
Ayahku adalah seorang pencandu rokok dan alkhohol berat. Sejak di PHK dua tahun yang lalu oleh perusahaan tempatnya berkerja. Awalnya Ayah masih mau berusaha, ia kesana kemari untuk mencari perkerjaan. Tapi mungkin karena tidak kunjung mendapat perkerjaan yang layak Ayahku jadi putus asa.  Dan jadi seperti sekarang ini. kini tinggallah Ibuku yang berkerja sebagai buruh cuci untuk menghidupiku dan Ayahku.
Jujur, aku sebenarnya tidak membenci Ayahku malah aku masih sangat menyanyaginya dan masih berharap perubahannya. Aku hanya marah padanya, marah karena dia tidak menjadi Ayahku yang dulu. Yang sabar, baik dan penyayang , aku marah pada Ayah karena sekarang dia pemarah, pemabuk dan perokok.
Karena perubahan sikap sabar menjadi pemarahnya itulah tindak kekerasan sering dilakukan oleh Ayahku. Terutama pada Ibuku, Ibuku setiap hari ditampar berkali-kali, dipukul dan tindak kekerasan lainnya. Kalau sudah bosan dengan Ibu, Ayah akan beralih padaku. Ibuku tidak terlalu marah saat Ayah memukul dan menamparnya. Tapi Ibu mulai memberontak saat aku juga menerima perlakuan yang sama. Ibuku mulai memberontak dan akhirnya mereka sering perang mulut.
Sudah terpikir dipikiranku untuk kabur saja dari Rumah. Tapi saat niat itu hampir terlaksana aku teringatpada Ibu. Kalau aku pergi maka Ibu akan sendirian menghadapi perlakuan Ayah. Padahal selama ini Ia bertahan alasannya Cuma satu. Yaitu aku anak gadisnya satu-satunya. Setiap hari Ibu mencuci puluhan ember pakaian sampai tangannya melepuh. Bertahan dari perlakuan keras Ayah. Semua itu Ibu lakukan hanya untukku mungkin kalau aku tidak ada dia lebih memilih untuk bunuh diri.
Miris sekali bukan kisahku tapi kuingatkan ya aku bukanlah yang paling menderita di Dunia ini. masih banyak kisah diluar sana yang akan membuat kalian lebih menepuk dada. Atau mungkin salah satu kisah itu adalah kisah kalian. Menurut kalian dalam keadaanku yang seperti itu apa yang kalian pikirkan tentangku. Anak yang kurang kasih sayang dan akhirnya sering keluar untuk menemukan jati dri. Dan akhirnya terjun ke dunia kenakalan remaja.
Kalian memang benar, aku kurang kasih sayang karena Cuma ada Ibu yang memberikanku itu. Ayolah,, kalian tau sendiri Ayahku menurut kalian bisakah Ayah seperti itu melengkapi kasih sayangku?. Tapi aku tidak pernah terjun ke yang namanya dunia kenakalan remaja. Keadaan ini malah menjadi kekuatan untukku. Kekuatan untuk berusaha membebaskan Ibuku dari penderitaan dan menyadarkan Ayahku tentang kesalahan. Keadaan ini yang memberitau ku bila aku menjadi remaja yang rusak aku akan malah menghancurkan hidupku yan sudah rapuh. Bukan itu saja aku akan menyia-nyiakan segalanya yang telah dilakukan Ibuku.
Yaa,,, Inilah yang ku sayangkan untuk remaja zaman sekarang. Yang dalam keadaan sama sepertiku. Atau malah dalam keadaan yang lebih berat atau lebih mudah atau malah yang tidak menghadapi masalah sama sekali . Mereka lebih memilih jurang hitam itu untuk tempat persembunyiaannya. Tempat yang mereka bilang bagian untuk menjadi jati diri. Mereka kan sudah tau kalau hal seperti narkoba, free sex dan alkhohol bisa menghancurkan masa depan mereka. heran deh kenapa mereka tetap melakukannya?. Mungkin karena adanya anggapan yang beredar diantara generasi muda. Kalau sudah mencoba narkoba itu “Keren” , kalau belum melakukan free sex itu “Cupu”. Kalau sudah minum alkhohol berarti dia sudah “Dewasa”. HAH!! Yang benar aja gitu hal yang malah merusak malah dibilang bagus. Apa mereka nggak pernah mikir ya? Oh,, mungkin otak mereka sudah digadaikan untuk membeli narkoba dan alkhohol. DASAR MEREKA BODOH YA!! HAHAHAHAHA!!!
Pagi ini aku sedang menyusuri trotar untuk berangkat ke Sekolahku. SMAN 88 , karena sebuah beasiswa akhirnya aku bisa bersekolah disini.
“Hai Mill, selamat pagi” salam Nia sahabatku yang melihatku memasuki ruang kelas X-4.
“Pagi Nia” balasku dengan senyuman.
Nia adalah sahabat terbaik yang pernah aku punya. Dia sangat pengertian, penuh kasih sayang dan mengerti tentang kehidupanku. Karena aku juga tau hidupnya tidak mudah. Malah aku kira hidup Nia lebih menyakitkan. Keluarganya termasuk keluarga yang kaya raya Ayahnya pengusaha real estate dan Restoran yang sukses. Tapi karena sukses beliau sangat sibuk jarang memperhatikan keluarga. Saat umur Nia lima tahun Ibunya meninggal karena kecelakaan tragis, Nia harus melihat jasad Ibunya sendiri yang bersimbah darah. Karena saaat kecelakaan terjad Nia berada dalam mobil yang sama dengan Ibunya.
Coba bayangkan bagaiman kondisi psikisnya saat itu. Ditambah lagi Ayahnya yang tidak hadir disaat yang paling dibutuhkan. Ia hanya dirawat oleh baby sitter. Nia pun sempat kurang waras selama satu tahun. Namun ia bangkit dan kini menjadi sosok yang periang. Setiap orang diddekatnya pasti akan merasa sangat nyaman. Dengan wajah cantik dan senyum manisnya ta ada orang yang bosan tenggelam dalam sosok Nia. Coba lihat ia sekarang kalian tidak akan pernah menyangka dia pernah kurang waras selama satu tahun.
Kembali pada suasana pagi hari di Kelas. Sedang ayiknya ngobrol dengan Nia. Aku menangkap sebuah keganjilan pada kedua teman sekelasku Jason dan Gilang. Gilang memberikan dua bungkusan pada Jason dan Jason menukarnya dengan tiga lembar uang seratus ribu. Aku member isyarat pada Nia untuk berbalik dan Nia sempat menyaksikan kejadian itu.
“Ya  tuhan, apa tadi itu transaksi narkoba Mill?” Tanya Nia padaku.
Aku mengangkat bahu, “Mungkin aja, Ni. Tapi siapa yang tahu kalau belum diperiksa. Aku mengedipkan mata. Nia mengangguk lalu guru pun masuk pelajaran dimulai.
©©©
Jam istirahat tiba, kalau jam istirahat seperti kelasku menjadi sepi. Dan karena keadaan yang sepi inilah. Aku dan Nia menggeledah tas Jason dan Gilang. Astaga!! Hasilnya sangat mengejutkan selain dua bungkusan tadi aku juga menemukan tiga batang rokok di tas Jason. Dan di tas Gilang lebih banyak lagi barang terlarang itu ditemukan.
“Jason seorang pemakai narkoba” ucapku.
“Dan Gilang pengedarnya” timpal Nia.
“Dan kalian berhasil mengetahuinya” timpal seseorang lagi yang ada diambang pintu.
“Jason” ucapku setelah mengetahui suara siapa itu.
“Kalian sudah punya bukti,  kalian bisa melaporkanku pada Bk . tenang saja aku takkan menghalangi”
“Kenapa kamu melakukan ini?” Tanya Nia.
“Melakukan apa? Memakai Narkoba atau membiarkan kalian melapor?” jawab Jason malah balik bertanya
“Dua-duanya”
“Alasanku memakai narkoba kalian tidak akan mengerti. Ayolah,, kenapa kalian tidak cepat melaporkannya saja sih? Lebih cepat , lebih baik kan?” tantang Jason.
“Apa yang kamu cari? Pengakuan, persembunyian atau pelampiasan?” Jason terdiam dengan pertayaan Nia.
“Apa ada hubungannya denganmu? Ini adalah hidupku jangan suka ikut campur ya”
“Aku tidak ikut campur kamu yang membiarkan aku ikut campur”
Gigi Jason terdengar gemeletukkannya. “Akh,, sudahlah mau kalian laporkan mau tidak itu urusan kalian dah!!” ucap Jason melenggang pergi.
“Apa yang di cari Ni?” tanyaku pada Nia setelah Jason pergi.
“Ketiganya Mill, semuanya” jawab Nia memandangku.
©©©
Aku kembali menyusuri Trotoar di jam sepulang Sekolah. Di kepalaku terhimpun banyak tanda Tanya. Tentang alasan Jason mejadi pemakai dan Gilang yang sebagai pengedar muda. Juga alasan mereka dan masalah dalam hidup mereka apa lebih pelik dariku. Dan mengapa Nia tidak segera melaporkan mereka pada BK? Tanpa kusadari ternyata aku sudah melewati gang Rumahku. Sial!! Gara-gara Jason dan Gilang aku jadi kesasar. Tapi tidak sepenuhnya kesasar sih. Diujung jalan ini ada Gang kalau melalui beberapa gang kecil didalamnya. Aku akan sampai di Pasar tempat ibu biasanya berbelanja.
Saat tinggal satu Gang lagi aku melihat seorang cowok yang sepertinya aku kenal. Apalagi tas punggung coklatnya dan warna seragamnya sama denganku. Di Mulut Gang ia dicegat oleh tiga orang preman. Ya tuhan, air mata langsung menggenang di mataku.
“Ayah” hancur , lebur . entahlah, apalagi yang bisa kukatakan. Saat melihat wajah salah satu preman itu yang trnyata adalah Ayahku.
“Millia” ucap Ayah memandangku kaget.
“Ayah??” ulang kedua preman lainnya dan pemuda yang dipalak yang ternyata Jason.
“Ngapain kamu disini?” Tanya Ayahku berang sambil menghampiriku.
“Ayah” Air mataku akhirnya meleleh juga. Kulihat ayahku saat sekarang tak ada lagi yang tersisa. Sosok indahnya dulu kini telah diganti dengan wajah garang, jeans kumal dan kaos hitam lecek.
“Hey, malah nangis lagi sana pulang!!” perintah Ayahku. Tapi aku tetap terdiam sampai akhirnya. PLAKKK!!!  Pipiku memanas karena tamparan tangan besar Ayah mendarat di pipi kananku sampai aku terjatuh di tanah.
“Hey Pak!! Anda tidak harusnya begitu” teriak Jason membelaku.
“DIAM KAMU!! SEKARANG MANA UANGMU?” Teriak Ayah.
Jason melemparkan lima puluh ribu teman Ayah memungutnya lalu mereka pergi.
“Mill, kamu nggak apa-apa?” Tanya Jason membantuku berdiri
“Nggak apa-apa” jawabku. Jason membawaku duduk di Pos Ronda Gang itu.
“Kakimu luka, pipimu juga merah” ucap Jason membasahi sapu tangannya dan menempelkannya di pipiku.
“Ya,, tidak terlalu sakit juga kalau kamu sudah biasa” jawabku santai.
“Kamu sering begini?”
“Tidak juga, tidak mungkin tidak sering maksudku”
“Ya jelas sih, Ayahmu preman”
“Jujur, aku juga baru tau dia preman saat dia malak kamu tadi” timpalku. “Eh, Rumahmu kan bukan kearah sini Jas, kok kamu bisa lewat gang sih?”
“Aku Cuma mau keliling-keliling nggak jelas aja. Bosen di Rumah sepi”
Diam pun tercipta cukup lama diantara kami. Keadaan sangat hening, mentari terik  tanpa ampun. Daerah sekitar kami sangat sepi karena pintu Rumah-rumah ditutup rapat agar anak-anaknya tidak keluyuran.
“Hey kenapa sih kamu jadi pemakai narkoba?” Tanyaku membuat alis mata Jason terangkat. “Iya-iya aku tau ini hidupmu, tapi aku penasaran banget. Tapi kalau kau enggak mau beritau aku juga nggak apa-apa kok”
“Ketiganya Mill, semuanya adalah alasanku” jawab Jason memandang kedepan denga kosong.
“Maksudnya?”
“Pengakuan, persembunyian dan pelampiasan, Nia benar aku memang pengecut”
“Nia enggak berpikiran kalau kamu itu pengecut kok” hiburku.
“Tapi secara tindakan aku memang pengecut Mill, aku merasa aku ini enggak diakui dalam keluargaku. Sejak kedua kakakku berhasil menjadi Dokter dan Pengacara orang tua ku jadi sibuk membanggakan mereka. jadi mereka lupa kalau masih ada aku. Aku benci saat mereka mulai membanding-bandingkan aku. Mereka sama sekali enggak sadar dengan perasaanku rasanya aku ingin kabur dari Rumah”
Jason mengambil nafas untuk melanjutkan ceritanya, “Aku tau ini bukan jalan yang benar, aku tau yang kulakukan ini benar-benar salah. Tapi kadang kamu akan lebih suka berbuat kesalahan sebanyak-banyaknya. Dari pada menerima kenyataan kehidupan yang nggak kamu ingini. Kadang kamu ingin berlari walau sebenarnya kamu harus menghadapi”
“Tapi kalau kamu terus berlari kamu tidak akan pernah belajar untuk menghadapi. Kamu akan terbiasa untuk larut dalam masalah dan akhirnya menjadikan semuanya sebagai pertanyaan. Kamu akan terus berlari dan tidak akan pernah menemukan jawaban. Dan kalau kita terus berbuat salah kita tidak akan bisa merasakan kebenaran dan keadilan-Nya. Kita akan terus mengeluh dan tidak ada kebahagiaan kalau tidak ada rasa syukur”
Jason terdiam sepertinya perkataanku telah tepat sasaran, “Jadi,, bagaimana cara menghadapi semuanya?” Tanya Jason sambil mengalihkan pandangannya padaku.
“Hiduplah dengan rasa syukur di Dunia ini terlalu banyak yang bisa kita syukuri. Meski kamu tidak  mendapatkan hal yang kamu inginkan. Tapi memang kadang semua tidak bisa menjadi  yang seperti kita inginkan. Kita harus belajar menerima dan berusaha. Menerima dengan keadaan yang sekarang adanya dan berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahannya. Tabah dan bersyukur menurutku itu adalah hal yang paling mudah menciptakan kebahagiaan ”
“Apa begitu cara kamu menghadapi semuanya?”
“Katakan padaku kalau ada cara yang lebih baik” lalu kami pun saling melempar senyum.
©©©©
Esoknya entah apa yang terjadi aku, Jason dan Nia tiba-tiba menjadi sahabat yang telah bersahabat lama. Tiba-tiba saja keakraban itu muncul begitu saja atau memang beginilah cara persahabatan terbentuk. Tiba-tiba dan penuh dengan keajaiban.
“So,, gimana dengan Gilang?” Tanya Nia saat kami sedang makan di Kantin.
“Hmmm,,, kayaknya nggak bakalan gampang. Karena latar belakang Gilang jadi pengedar itu factor ekonomi” timpal Jason.
“Maksudnya?” aku meminta Jason memperjelas maksudnya.
“Aku pernah ke Rumah Gilang sekali, dia punya empat adik, Ibunya jadi TKW tapi udah dua tahun ini enggak ada kabar. Dia jadi pengedar narkoba untuk bantu ayahnya yang kebetulan kelilit utang sama Bandar narkobanya”
“Hah? Yang bener? Jadi,, kita harus lapor ke BK” usulku.
“Iya,, emang pihak Sekolah harus ikut campur sih” timpal Nia.
TEEEETTEEEETTT,,,,, sayang obrolan kami harus berakhir karena jam istirahat yang sudah habis. Dan kami pun kembali ke Kelas.
©©©©
Nia dan Jason berjalan menghampiriku di Halte Bus. Hari ini hari Minggu kami rencananya mau pergi ke Toko Buku.
“Ayo” ajak Jason, yaa.. walaupun janjiannya di Halte tapi bukan berarti kita mau naik bus. Cuma numpang tempat ketemu aja. Berangkatnya kami jalan kaki bareng.
“Eh,, itu bukannya Gilang ya?” Nia menghentikan langkahnya dan menunjuk seorang cowok dengan jaket dan celana jeans. Cowok itu sedang berdiri disisi gang bersama beberapa orang remaja. Ternyata dia sedang beraksi. Dan akhirnya kami mengikutinya.
“Sampai kapan kalian mau ngikutin aku terus” ternyata insting Gilang tajam juga kami ketahuan.
“Kalian itu suka banget ya ikut campur urusan orang” lanjutnya sambil berbalik.
“Lang,, dengerin gue..”
“Diem loe” Gilang memotong ucapan Jason, “Anak cemen kayak loe, enggak pantes buat nyeramahin gue. Baru dikasih kata-kata mutiara sama cewek aja udah berubah, banci loe”
“Justru kamu yang pengecut” timpal Nia berani.
“Apa loe bilang?” mata Gilang melotot.
“Kamu yang pengecut, orang yang nggak tau apa-apa tapi ngaku mengetahui segalanya bahkan dia menghina orang lain. Bukankah itu namanya pengecut dia bersembunyi dibalik kebohongannya “
“Jangan ceramah ya” Gilang menunjuk Nia dengan geram.
“Kamu nggak bisa nentuin cara seseorang menemukan jati dirinya, kamu nggak berhak menilai orang itu cemen atau banci karena dia tidak mengikuti caramu. Jangan jadi pengecut Lang, jangan terus bersembunyi. Kalau kamu tau ini salah kamu harus melakukan sesuatu untuk merubahnya”
“Kalian nggak ngerti beban gue”
“Gue ngerti Lang, gue tahu perjuangan loe demi bapak dan adik-adik loe. Tapi ini bukan cara yang baik selalu ada kesempatan untuk berubah” timpal Jason.
“Lalu kalau gue udah berubah apa yang terjadi? Apa perubahan bisa bayar utang bapakku? Apa perubahan bisa nyekolahin dan ngasih makan adik-adikku?” nada bicara Gilang semakin meninggi.
“Perubahan bisa membuat apa yang mereka dapatkan menjadi lebih halal. Apa kamu nggak sadar selama ini kamu memberi makan mereka dengan uang haram? Uang dari hasil mengurangi yawa orang lain”
“DIAM!!,, gue bener-bener nggak mau sarapan ceramahan untuk pagi ini”
Gilang pun berlalu kami tidak mengikutinya karena nampaknya ia benar-benar marah.

©©©©
“MILLIA,,, SINI KAMU!!!” teriak ayah memanggilku.
“Ada apa?” tanyaku mengampirinya.
Tanpa ba-bi-bu lagi ayah langsung menjambakku, “Akh, Ayah” pekikku kesakitan.
“Hey, kamu apakan anakku?” ibu langsung datang menghampiri mendengar pekikanku.
“DIAM KAMU!!” teriak ayah menampar ibu tapi ibu tetap berusaha melepaskan ayah dari rambutku.
PLAAKK!!! DUKKK!!!,, ayah menampar ibu lagi hingga ibu jatuh dan pingsan karena kepalanya terbentur.
“IBU!!!! LEPASKAN,, LEPAS” teriakku tapi ayah tetap menyeretku. Orang-orang sekiar yang melihatku tidak berani menolongku karena ayah juga membawa sebilah pisau yang hampir menempel di kulit leherku.
Beberapa menit kemudian ayah sampai kami disebuah Rumah. Astaga inikan,, rumah perjudian ucap hatiku ketakutan. Ayah membawaku masuk dan menghepaskanku dibawah kursi.
“INI TARUHANKU” teriaknya pada kelima kawannya yang duduk di meja judi.
“Berani juga kau Bud, petaruhkan anakmu sendiri. Bolehlah anakmu cantik juga ternyata” ujar salah satu kawanya diiringi tawa yang lain. Aku memberontak tapi ayah menamparku lalu menyeretku di kursi pojok ruangan. Dia melepas sabuknya lalu mengikatkanya di tanganku.
“Ya allah,, bantulah hambamu ini ya allah,, jangan biarkan hamba menjadi korban kerakusan ayah hamba. Tolong hambamu ini ya allah”ditengah doaku aku melihat seorang pemuda yang sepertinya kukenal.
“Gilang” seruku pelan nampaknya dia sedang menawarkan dagangannya disini. Mata kami bertemu, aku memandangnya dengan pandangan meminta tolong. Selama beberapa detik lalu dia memalingkan wajahnya Nampak tak acuh.
Aku mencoba melepaskan sabuk ayahku sia-sia ikatan kencang mustahil kulepaskan apalagi dengan keadaan aku yang terikat. Beberapa menit kemudian seorang pemuda menghampiriku bukan Gilang. Dia mengeluarkan sebuah pisau dari balik punggungnya tapi dia gunakkan pisau itu untuk melepas ikatan di tanganku. Sementara pemuda itu memotong sabuk ayahku aku melihat kearah menja judi ayahku. Disana ada Gilang, ternyata dia sedang meangalihkan perhatian mereka dengan menawarkan barang-barangnya. Setelah ikatannya lepas, aku langsung kabur lewat pintu belakang.
Aku berlari menuju ke Rumah teringat ibuku yang masih pingsan di Rumah. Tapi sial aku tertangkap ucap hatiku saat aku merasaka seseorang menarik tanganku. Hampir saja aku menamparnya sebelum aku tau itu Gilang.
“Hey ini aku” katanya saat tanganku tinggal 5 cm lagi.
“Gilang” panggilku lega sangking leganya aku memeluk Gilang sambil menangsis.
“Ini aku,, tenang mereka tidak mengejarmu mereka tidak tau kamu kabur. Temanku sudah bilang kalau kamu dipindah ke ruang lain” ucapnya menenangkan hatiku “Kamu aman sekarang”
“Aku harus pulang sekarang” ucapku melepaskan pelukanku.
“Hah, pulang? Rumah bukan tempat yang aman lagi buatmu. Bapakmu akan menjualmu lagi besok atau bisa saja kamu akan mati malam ini”
“Tapi ibuku di Rumah dia pingsan karena dipukul ayahku tadi. Aku harus membawanya pergi Gil”
Gilang mengangguk, kami berlari ke Rumahku tapi sampai di Rumah ibuku tidak ada. Aku mencarinya di Kamar, Di Kamar mandi tidak ada. Ternyata ibu ada di Rumah sakit, aku mengetahunya setelah membaca sms dari Nia.
“Ni,, gimana keadaan ibuku?” tanyaku panik begitu aku melihatnya didepan kamar di Rumah sakit.
“Dia sedang dirawat Mill, untung saja aku ke Rumahmu untuk mengembalikan buku. Kamu dari mana, Mill? Di Rumah kamu tidak ada aku khawatir” jawab Nia menenangkan hatiku juga bertanya
“Aku hampir dijual oleh ayahku, untung Gilang ada disana”
“Mill,, kamu enggak apa-apa? Bagaimana keadaan ibunya Ni?” Jason datang selesai mengurus adminitrasi.
Aku mengangguk menandakan pada Jason aku baik-baik saja. “Sekarang apa ceritamu?” Tanya Nia. Aku menceritakan pada Nia dan Jason tentang kejdian tadi.
“Astaga ini tidak bisa ditolerir ayahmu harus segera ditangkap Mill” timpal Nia.
“Iya Mill,, dia akan berbuat lebih buruk lagi padamu”
“Hey kalian,, sementara kalian bicara aku pergi ya” suara Gilang menyela.
“Gilang” panggilku.
“Apa?” tanyanya kembali berbalik.
“Terimakasih”
Gilang mengangguk, “Kalian benar, terutama kamu Ni, aku memang pengecut”
“Tidak tindakanmu hari ini membuktikan kamu bukan pengecut” jawab Nia.
“Seorang pegecut pasti tidak pernah mementingkan orang lain” timpal Jason.
“Setiap orang mempunyai permasalahannya sendiri, tidak ada yang mudah Lang, itu tergantung cara kita berpikir. Dan ketabahan kita” kami beriga pun tersenyum bersahabat pada Gilang.
Gilang tersenyum lalu pergi meninggalkan Rumah Sakit.
©©©©
Taukah kalian apa yang terjadi keesokkan harinya???
Hidup memang penuh keajaiban atau hidup itu adalah keajaiban itu sendiri. Mungkin yang kedua itu benar. Yang penting sekarang Jason tidak menjadi pecandu narkoba lagi. Karena hanya menjadi pemakai selama seminggu saja. hanya dengan terapi Jason mampu mengatasi ketergantungannya apalagi dengan tekad yang kuat.
 Gilang berhenti menjadi pengedar. Dia berkerja sama dengan pihak kepolisian untuk menangkap komplotan narkoba itu. Seminggu kemudian jaringan  narkoba mereka ditemukan dan para pelakunya mendapatkan hukuman yang sepantasnya. Ayah Gilang hanya mendapat hukuman dua tahun penjara karena dianggap berkerja sama. Karena itulah sekarang Gilang bercita-cita menjadi polisi dan focus belajar.
 Selepas dari Penjara ayah Gilang sudah mendapat perkerjaan yang layak karena hubungan Jason dan orang tuanya yang semakin membaik. Ibuku sekarang berkerja menjadi koki di salah satu cabang Restoran keluarga Nia. Ayahku sepertinya dia harus menghabiskan empat tahun masa hidupnya untuk merenung dalam Penjara. Walaupun orang tuaku dan Gilang menjadi bawahan orang tua Nia dan Jason mereka tidak pernah membedakan kami loh.
Karena kami sekarang sudah menjadi sahabat.
Ya,, semua jadi lebih baik sekarang. Hal ini membuatku sadar akan satu hal: semua kehidupan di Dunia ini melangkah dari titik ke titik. Titik-titik dimana semua perubahan bisa terjadi entah jadi lebih baik atau jadi lebih buruk. Tergantung pada usaha, keputusan, iman dan pola pikir kita. Jangan hanya diam pada satu titik, beranilah melangkah. Walau hanya langkah kecil asal itu langkah untuk menjadi lebih baik itu pasti akan sangat bermakna.
Dan jangan mengambil langkah yang menuju hal yang membuatmu lebih buruk. Coba bayangkan kalau Jason tetap jadi pemakai narkoba dan Gilang tetap menjadi pengedar mereka takkan bisa merasakan kebahagiaan seperti ini.
Mereka sama seperti KAMU,, takkan ada kebahagiaan yang datang kalau kamu berada di jalan yang salah…



0 komentar:

Posting Komentar

 
;