Pasti menyenangkan
setiap hari bisa berkumpul dengan teman-teman. Tertawa bersama, saling
bercerita, saling pamer gadget-gadget terbaru. Bisa pesan makanan tanpa
khawatir punya uang yang cukup buat bayar atau tidak. Bisa tidur di Kamar yang
besar ber-AC, atau bisa Sekolah tanpa setiap hari ada yang menghina kamu
miskin.
Sayangnya walau aku
sangat menginginkan kehidupan seperti itu, kehidupan seperti itu tidak akan
jadi kehidupanku. Pagi hari aku selalu berlomba dengan matahari siapa yang
lebih dulu sampai di Sekolah. Sepedaku atau sinarnya dan sinarnya selalu menang
mendahuluiku. Aku langsung menuju Kantin menata makanan dagangan ibuku di Meja.
Tak lama ibuku akan datang dengan dagangan sisanya yang tidak bisa aku bawa di
Sepedaku. Lalu ibuku akan menggoreng gorengan, pastel dan ikan. Saat ini
biasanya penjual-penjual di Kantin yang lain mulai datang menata jualannya juga.
Aku membantu ibuku hingga jam setengah tujuh pagi waktuku untuk masuk Kelas.
Di Kelas tantangan
tersendiri muncul, saat aku sudah melihat Tania dan gengnya yang terdiri dari 3
orang. Lisa, Rachel dan Della. mereka berdiri di depan pintu Kelas.
“Eh Babu, gimana udah
selesai nyiapin makanannya di Kantin? mau nggak kalau jadi Babu di Rumahku
bayarannya gede loh” seru Tania diiringi tawa gengnya. Awalnya kuping dan
hatiku selalu panas mendengar ejekannya. Tapi ibu selalu bilang itu tidak ada
gunanya. Marah dan sedih karena dihina orang lain tidak pernah ada gunanya. Apalagi
mendengar orang kaya macam Tania dan gengnya. Kadang aku memandang ke cermin
dan bertanya-tanya . mengapa aku bukan anak seorang pengusaha real estate
sukses seperti Tania? Atau anak seorang designer kaya dan terkenal seperti
Lisa? Kalau aku jadi anak orang kaya aku yakin aku nggak akan sombong seperti
mereka. mengapa justru Tuhan mendukung sikap sok dan sombong mereka itu? dan
memberiku nasib seperti ini. Mengapa Tuhan begitu tidak adil?
Aku duduk di Bangkuku
dengan segera, untung saja aku sebangku dengan Nia. kami sudah bersahabat sejak
SMP dan entah kenapa kami selalu sekelas dan sebangku hingga kami SMA di Kelas
X-2 ini. Nia anak orang kaya juga sekaya Tania tapi tidak ada satupun di
Sekolah yang tahu itu. hanya aku dan Damar sahabat-sahabatnya. Nia memang
berbeda dia tidak sombong. Dia menyamar jadi anak biasa saja. walau sebenarnya
dia bisa datang dengan mobil ke Sekolah setiap hari tapi dia memilih naik
angkot. Walau dia bisa beli Iphone sepuluh biji saat ini pun dia tetap tidak
pernah mau mengganti hpnya yang sudah agak jadul selama 5 tahun.