Selasa, 17 Desember 2013

Kaos Kakinya cowok SMA


Hey, udah lama sekali aku nggak ngepost hal baru. Kalau ngepost palingan ngepost lirik lagu favorite kalau nggak cerpen. Kali ini aku mau nyeritain suatu perubahan yang aku rasakan saat aku jadi anak SMA. Yop, bener sekarang aku udah jadi anak generasi putih abu-abu yang semoga aja masa depannya nggak kena bagian yang abu-abu yang putih aja.
Semenjak bertranformasi dari anak generasi biru ke generasi putih abu-abu. Awalnya aku kira tidak terlalu banyak perbedaan antara kedua masa itu. Ternyata banyak juga yang berubah, terutama para cowoknya.
Saat SMP saking kurang kerjaannya aku, aku sering memperhatikan anak –anak cowok. Mungkin kalian juga menyadarinya, saat SMP anak cowok-cowok pada Bengal-bengal dan cewek-ceweknya alim-alim banget. Waktu SMP kalau ada kerja kelompok yang jadi ketua kelompoknya pastilah anak cewek dan anak cowok sangat males buat ikut terlibat di Kerja Kelompok itu. Mereka Cuma numpang nama aja di cover tugas tapi enggak kerja. Yang semangat ngerjain tugas pastilah anak cewek, bahkan anak cewek rela teriak-teriak kayak tarzan pekalongan (tarzan di Pekalongan emang ada? Pikir aja sendiri ya hehhehe) buat ingetin anak cowok tentang tugasnya. Tapi pada akhirnya anak-anak ceweklah yang bakal menyelesaikan tugasnya.
Lalu saat SMP yang paling jadi ciri khas anak cowok adalah kerapian yang berantakan!. Kaos kaki Cuma semata kaki ditekuk ke arah telapak kaki. Dasi dilonggarin, baju dikeluarin, rambut disemir dan panjang. Udah kayak berandalan di Pasar Loak gitu. Kalau ingat masa SMPku aku jadi ingat ketua dan wakil ketua kelas 7ku sebut aja namanya Atin dan Cantika. Duo cewek pengurus kelas ini sampai serak suaranya gara-gara negur anak-anak cowok yang seragamnya kurang rapi. Walaupun cara itu sama sekali nggak efektif buat merubah anak-anak cowok itu. Duo cewek pengurus kelas nggak menyerah, aku salut sama mereka pengen tau pita suara mereka terbuat dari besi atau baja ya kuat banget sampai teriakan 8 oktav.
Tapi semuanya berubah sejak aku masuk ke SMAN 11 Surabaya. Seakan disihir sama Harry Potter atau kena mantra dahsyatnya Professor Dumbledore.
Di SMA nggak ada anak cowok yang pakai kaos kaki semata kaki atau kaos kaki ditekuk lagi. Bahkan ada anak cowok yang pakai kaos kaki sampai mencapai betisnya. Nggak ada anak cowok yang dasinya dilonggarin semuanya dari atas ke bawah lengkap dan rapi. Rambutpun rata-rata cepak dan rapi loh.
Nggak hanya itu saat kerja kelompok pun cowok lebih gentle mengajukan diri sebagai ketua kelompok. Dan dahsyatnya mau membagi tugas antar anggota kelompok. Nggak ada anak cowok yang telat ngumpulin PR atau cuek sama pelajaran.
Jadi ingat mungkin kira-kira seminggu sebelum UAS, di masa itu PR  lagi bejibun-bejibunnya. Pasti kalau aku ngerjain PR-PR itu sendiri aku pasti step jantung kuadrat di kali akar 3 (entahlah hitungan model apa itu cari sendiri di Kamus Rumus). Lalu Ketua Kelasku sebut saja namanya Tom dengan kerennya (walaupun masih keliatan blo’on juga hahahaha entahlah kok bisa gitu ya aku milih dia jadi ketua kelas) dia ngajak beberapa anak untuk kerja kelompok. Dan banyak anak-anak cowok lain yang pada mau ikut. Berhubung ada beberapa anak cewek yang otaknya kualitas unggulan di Kelasku yang juga mau ikut kerja Kelompok. Makanya aku ikutan juga dan betapa terenyuhnya aku saat Belajar Kelompok para anak cowok itu sangatlah serius. Baru kali ini aku lihat anak cowok bisa khawatir kalau nggak ngerjain PR.
Aku jadi bertanya-tanya sebenernya apa yang terjadi dengan mereka di masa SMA ini? Apa yang membuat cowok-cowok mantan begundal itu mau merubah diri mereka?. Makanya aku coba Tanya-tanya ke mereka, untung aja mereka nggak ngerasa kayak orang yang ngelamar jadi Pegawai pake diinterview segala.
Salah satu temen sekelas cowokku kita samarin namanya Awi. Waktu itu habis pelajaran olahraga, oh ya, di Sekolahku ada peraturan untuk pakai sepatu fantofel hanya saat olahraga kita boleh pakai sepatu sport. Waktu itu Awi lagi ganti sepatu sportnya sama sepatu fantofel, kalau dipikir-pikir mungkin kalau peraturan ini diterapin di SMP pasti bakal banyak anak-anak cowok yang melanggar dan nggak bawa sepatu fantofel waktu pelajaran olahraga.
Kebetulan aku juga lagi ganti sepatu sportku sama sepatu fantofel, saat aku lihat Awi pakai kaos kaki (dan aku salut banget sama Awi, kaos kakinya putih dan masih bersih pasti karena rajin dicuci nggak kayak kaos kakiku terasi aja kalah baunya) . Awi nggak menekuk kaos kakinya ke telapak kakinya dan memakainya dengan baik dan benar sampai menutupi mata kaki.
“Pas SMP biasa anak cowok ditekuk kalau pakai kaos kaki” ucapku sebenarnya pakai bahasa jawa kasar Awi juga balasnya pakai bahasa Jawa kasar. Tapi karena kasar aku amplas dengan bahasa Indonesia (apaan sih ini?).
“Iya dulu juga aku gitu”
“Terus kenapa sekarang kok enggak?”
“Yak an, udah SMA harus berubah”
Berubah? Hanya itukah alasan anak-anak cowok. Berubah karena mereka sudah SMA sekarang?.
“Emang dulu kenapa kamu tekuk kaos kakinya?” tanyaku lagi.
“Iya biar keren aja, dulu begitu” jawab Awi.
Hah? Jadi waktu SMP pakai kaos kaki ditekuk itu dianggap keren ya? Karena belum puas hanya bertanya pada satu anak aja. Aku mencoba cari cowok lain buat aku tanyain, kali ini aku Tanya ke kakak kelasku. Samarin aja namanya Kak Aw (apa yang terlintas di benak anda saat membaca nama ini? restoran fast food atau banci kejepit?) . ceritanya aku lagi eskul pramuka di hari Senin, buat pamer dikit aja aku ini anak ambalan pramuka. Ya, eskul ini semacam kalau kita minat banget sama pramuka dan ingin lebih terlibat gitu (walau sebenernya aku nggak terlalu ngerti juga).
Kita latian di Sanggar Pramuka, nah dalam Sanggar Pramuka nggak boleh pakai sepatu otomatis sepatunya di lepas. Kak Aw walaupun sepatunya dilepas dia masih pakai kaos kaki (yang sumpah lebih suram dari pada baju gembel) kebetulan dia lagi berdiri di deketku. Sambil merhatiin kaos kakinya sesekali (dengan menahan napas pastinya, untung aja aku nggak punya sejarah penyakit asma)
“Kak, pas SMP kakak pakai kaos kakinya ditekuk ke bawah nggak? Ke telapak kaki?” aku Tanya.
“Ya nggaklah dek, nggak pernah aku udah kebiasaan nggak nekuk kaos kaki. Nggak enak juga makenya”
Sejujurnya ya kawan, aku punya sebuah teori yang agak absurd. Menurutku cara orang memakai kaos kaki menunjukan tingkat kedewasaan orang itu. Tapi jawaban kak Aw meruntuhkan teori  itu. Karena ada factor kebiasaan yang aku lewatkan.
Tapi malah ada beberapa pertanyaann yang timbul di pikiranku:
1.     Kenapa dulu pas SMP Awi dan cowok-cowok yang berpikiran sama dengannya berpikiran kalau pakai kaos kaki ditekuk ke bawah itu keren? Dan kenapa itu udah nggak menjadi keren lagi pas SMA? Apa factor-faktornya? (eh ini mah udah 3 pertanyaan ya)
2.    Kenapa dulu pas SMP Kak Aw dan cowok-cowok yang berpikiran sama dengannya berpikiran kalau pakai kaos kaki ditekuk ke bawah itu nggak ada keren-kerennya? Dan dari mana kebiasaan seperti itu bisa tertanam di diri mereka?

Mungkin kalian udah pengen ngelemparin aku pake kaleng bekas kali ya, karena yang kubahas ini nggak ada menarik-menariknya. Ya udah entar aku narik becak biar nanti kalian tertarik (Lemparin tomat busuk).
Yang jelas perubahan apapun yang terjadi di SMA ini. aku harap perubahan yang terjadi padaku adalah perubahan menjadi lebih baik.
Udah dulu nih yee, semoga ada hal absurd lain yang bisa aku bahas di sini.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;