Hey, udah lama sekali aku nggak ngepost hal baru. Kalau ngepost palingan ngepost lirik lagu favorite kalau nggak cerpen. Kali ini aku mau nyeritain suatu perubahan yang aku rasakan saat aku jadi anak SMA. Yop, bener sekarang aku udah jadi anak generasi putih abu-abu yang semoga aja masa depannya nggak kena bagian yang abu-abu yang putih aja.
Semenjak bertranformasi dari anak
generasi biru ke generasi putih abu-abu. Awalnya aku kira tidak terlalu banyak
perbedaan antara kedua masa itu. Ternyata banyak juga yang berubah, terutama
para cowoknya.
Saat SMP saking kurang kerjaannya
aku, aku sering memperhatikan anak –anak cowok. Mungkin kalian juga
menyadarinya, saat SMP anak cowok-cowok pada Bengal-bengal dan cewek-ceweknya
alim-alim banget. Waktu SMP kalau ada kerja kelompok yang jadi ketua
kelompoknya pastilah anak cewek dan anak cowok sangat males buat ikut terlibat
di Kerja Kelompok itu. Mereka Cuma numpang nama aja di cover tugas tapi enggak
kerja. Yang semangat ngerjain tugas pastilah anak cewek, bahkan anak cewek rela
teriak-teriak kayak tarzan pekalongan (tarzan di Pekalongan emang ada? Pikir
aja sendiri ya hehhehe) buat ingetin anak cowok tentang tugasnya. Tapi pada
akhirnya anak-anak ceweklah yang bakal menyelesaikan tugasnya.
Lalu saat SMP yang paling jadi
ciri khas anak cowok adalah kerapian yang berantakan!. Kaos kaki Cuma semata
kaki ditekuk ke arah telapak kaki. Dasi dilonggarin, baju dikeluarin, rambut
disemir dan panjang. Udah kayak berandalan di Pasar Loak gitu. Kalau ingat masa
SMPku aku jadi ingat ketua dan wakil ketua kelas 7ku sebut aja namanya Atin dan
Cantika. Duo cewek pengurus kelas ini sampai serak suaranya gara-gara negur
anak-anak cowok yang seragamnya kurang rapi. Walaupun cara itu sama sekali
nggak efektif buat merubah anak-anak cowok itu. Duo cewek pengurus kelas nggak
menyerah, aku salut sama mereka pengen tau pita suara mereka terbuat dari besi
atau baja ya kuat banget sampai teriakan 8 oktav.
Tapi semuanya berubah sejak aku
masuk ke SMAN 11 Surabaya. Seakan disihir sama Harry Potter atau kena mantra
dahsyatnya Professor Dumbledore.
Di SMA nggak ada anak cowok yang
pakai kaos kaki semata kaki atau kaos kaki ditekuk lagi. Bahkan ada anak cowok
yang pakai kaos kaki sampai mencapai betisnya. Nggak ada anak cowok yang
dasinya dilonggarin semuanya dari atas ke bawah lengkap dan rapi. Rambutpun
rata-rata cepak dan rapi loh.
Nggak hanya itu saat kerja
kelompok pun cowok lebih gentle mengajukan diri sebagai ketua kelompok. Dan
dahsyatnya mau membagi tugas antar anggota kelompok. Nggak ada anak cowok yang
telat ngumpulin PR atau cuek sama pelajaran.
Jadi ingat mungkin kira-kira
seminggu sebelum UAS, di masa itu PR lagi bejibun-bejibunnya. Pasti kalau aku
ngerjain PR-PR itu sendiri aku pasti step jantung kuadrat di kali akar 3
(entahlah hitungan model apa itu cari sendiri di Kamus Rumus). Lalu Ketua
Kelasku sebut saja namanya Tom dengan kerennya (walaupun masih keliatan blo’on
juga hahahaha entahlah kok bisa gitu ya aku milih dia jadi ketua kelas) dia
ngajak beberapa anak untuk kerja kelompok. Dan banyak anak-anak cowok lain yang
pada mau ikut. Berhubung ada beberapa anak cewek yang otaknya kualitas unggulan
di Kelasku yang juga mau ikut kerja Kelompok. Makanya aku ikutan juga dan
betapa terenyuhnya aku saat Belajar Kelompok para anak cowok itu sangatlah
serius. Baru kali ini aku lihat anak cowok bisa khawatir kalau nggak ngerjain
PR.
Aku jadi bertanya-tanya
sebenernya apa yang terjadi dengan mereka di masa SMA ini? Apa yang membuat
cowok-cowok mantan begundal itu mau merubah diri mereka?. Makanya aku coba Tanya-tanya
ke mereka, untung aja mereka nggak ngerasa kayak orang yang ngelamar jadi Pegawai
pake diinterview segala.
Salah satu temen sekelas cowokku
kita samarin namanya Awi. Waktu itu habis pelajaran olahraga, oh ya, di
Sekolahku ada peraturan untuk pakai sepatu fantofel hanya saat olahraga kita
boleh pakai sepatu sport. Waktu itu Awi lagi ganti sepatu sportnya sama sepatu
fantofel, kalau dipikir-pikir mungkin kalau peraturan ini diterapin di SMP
pasti bakal banyak anak-anak cowok yang melanggar dan nggak bawa sepatu
fantofel waktu pelajaran olahraga.
Kebetulan aku juga lagi ganti
sepatu sportku sama sepatu fantofel, saat aku lihat Awi pakai kaos kaki (dan
aku salut banget sama Awi, kaos kakinya putih dan masih bersih pasti karena
rajin dicuci nggak kayak kaos kakiku terasi aja kalah baunya) . Awi nggak
menekuk kaos kakinya ke telapak kakinya dan memakainya dengan baik dan benar
sampai menutupi mata kaki.
“Pas SMP biasa anak cowok ditekuk
kalau pakai kaos kaki” ucapku sebenarnya pakai bahasa jawa kasar Awi juga
balasnya pakai bahasa Jawa kasar. Tapi karena kasar aku amplas dengan bahasa
Indonesia (apaan sih ini?).
“Iya dulu juga aku gitu”
“Terus kenapa sekarang kok
enggak?”
“Yak an, udah SMA harus berubah”
Berubah? Hanya itukah alasan
anak-anak cowok. Berubah karena mereka sudah SMA sekarang?.
“Emang dulu kenapa kamu tekuk
kaos kakinya?” tanyaku lagi.
“Iya biar keren aja, dulu begitu”
jawab Awi.
Hah? Jadi waktu SMP pakai kaos
kaki ditekuk itu dianggap keren ya? Karena belum puas hanya bertanya pada satu
anak aja. Aku mencoba cari cowok lain buat aku tanyain, kali ini aku Tanya ke
kakak kelasku. Samarin aja namanya Kak Aw (apa yang terlintas di benak anda
saat membaca nama ini? restoran fast food atau banci kejepit?) . ceritanya aku
lagi eskul pramuka di hari Senin, buat pamer dikit aja aku ini anak ambalan
pramuka. Ya, eskul ini semacam kalau kita minat banget sama pramuka dan ingin
lebih terlibat gitu (walau sebenernya aku nggak terlalu ngerti juga).
Kita latian di Sanggar Pramuka,
nah dalam Sanggar Pramuka nggak boleh pakai sepatu otomatis sepatunya di lepas.
Kak Aw walaupun sepatunya dilepas dia masih pakai kaos kaki (yang sumpah lebih
suram dari pada baju gembel) kebetulan dia lagi berdiri di deketku. Sambil
merhatiin kaos kakinya sesekali (dengan menahan napas pastinya, untung aja aku
nggak punya sejarah penyakit asma)
“Kak, pas SMP kakak pakai kaos
kakinya ditekuk ke bawah nggak? Ke telapak kaki?” aku Tanya.
“Ya nggaklah dek, nggak pernah
aku udah kebiasaan nggak nekuk kaos kaki. Nggak enak juga makenya”
Sejujurnya ya kawan, aku punya
sebuah teori yang agak absurd. Menurutku cara orang memakai kaos kaki
menunjukan tingkat kedewasaan orang itu. Tapi jawaban kak Aw meruntuhkan
teori itu. Karena ada factor kebiasaan
yang aku lewatkan.
Tapi malah ada beberapa
pertanyaann yang timbul di pikiranku:
1. Kenapa
dulu pas SMP Awi dan cowok-cowok yang berpikiran sama dengannya berpikiran
kalau pakai kaos kaki ditekuk ke bawah itu keren? Dan kenapa itu udah nggak
menjadi keren lagi pas SMA? Apa factor-faktornya? (eh ini mah udah 3 pertanyaan
ya)
2. Kenapa dulu
pas SMP Kak Aw dan cowok-cowok yang berpikiran sama dengannya berpikiran kalau
pakai kaos kaki ditekuk ke bawah itu nggak ada keren-kerennya? Dan dari mana
kebiasaan seperti itu bisa tertanam di diri mereka?
Mungkin kalian udah pengen
ngelemparin aku pake kaleng bekas kali ya, karena yang kubahas ini nggak ada
menarik-menariknya. Ya udah entar aku narik becak biar nanti kalian tertarik
(Lemparin tomat busuk).
Yang jelas perubahan apapun yang
terjadi di SMA ini. aku harap perubahan yang terjadi padaku adalah perubahan
menjadi lebih baik.
Udah dulu nih yee, semoga ada hal
absurd lain yang bisa aku bahas di sini.
0 komentar:
Posting Komentar