Dibawah rimbunan
pohon-pohon jagung yang telah meninggi dan tinggal menunggu hitungan minggu
untuk di panen. Tumbuhlah sekuntum bunga dandelion bunganya telah berselubung
mantel putih yang indah. mantel itu terbuat dari anak-anak dandelion yang saat
waktunya akan terbang bersama angin dan menjadi dandelion yang baru.
“Anak-anakku esok
kalian akan pergi bersama angin besar. Persiapkanlah diri kalian untuk
petualangan yang besar” ucap si Ibu Dandelion disambut dengan sorak anak-anaknya.
Anak-anak Dandelion memang sudah telah lama menantikan waktu ini. waktu dimana
mereka bisa mengarungi langit biru, melewati awan-awan putih, melihat luasnya
langit dan ragamnya dunia. Cerita-cerita petualangan yang diceritakan oleh ibu
mereka membuat kesabaran mereka semakin menipis.
Tapi diantara sorak itu
ada sebuah anak Dandelion yang terdiam. Si anak Dandelion ini paling kecil
ukurannya diantara saudara-saudarnya. Letaknya yang ada di kepala ibunya la
yang membuatnya tampak sama besarnya dengan saudara-saudaranya.
Saat malam menjelang
ketakutan Dandelion kecil semakin bertambah. Dia takut dengan datangnya angin
besar besok yang akan membawanya dan saudara-saudarnya pergi. Dandelion kecil
takut dengan ketiggian, takut bila saja dia tersesat, takut kalau tidak bisa
bersama ibunya lagi. Jelas, setelah angin besar membawanya si Dandelion kecil
takkan bisa bertemu dengan ibunya lagi. Karena setelah dia dan
saudara-saudaranya pergi ibunya akan mati dan si Dandelion kecil tidak
menginginkan itu. itu adalah hal yang paling dia takutkan.
“Anakku, ada apa?
kenapa kamu belum tidur?” Tanya si Ibu Dandelion saat menyadari si Dandelion
kecil belum tidur.
“Ibu, boleh tidak kalau
aku tidak usah pergi” pinta Dandelion kecil.
“Mengapa kamu tidak mau
pergi?”
“Aku takut ibu, aku
takut menjelajah dunia. Aku takut terbang ke langit biru, aku takut melihat
dunia ini, aku takut sendirian. Dan yang paling aku takutkan kalau tidak bisa
bertemu ibu lagi” isak si Dandelion kecil.